Laman

Sabtu, 12 Februari 2011

Demonstrasi di Negara-negara Arab adalah Proyek Musuh Islam


Menurut Kantor Berita ABNA, ketika para ulama dan aktivis HAM di seluruh dunia Islam sedang memberikan dukungannya terhadap warga Mesir yang menentang kezaliman rezim Hosni Mubarak, seorang mufti Kerajaan Saudi malah memberikan pandangan berbeda, ia menyebutkan aksi demonstrasi dan protes yang meluas di beberapa Negara Arab di Timur Tengah itu sebagai proyek musuh-musuh Islam.
Mufti Syaikh Abdul Aziz Aali As-Syaikh mendakwa musuh Islam merancang ingin memecah belah negara-negara Arab menjadi negara-negara kecil sehingga kemudian mudah untuk ditaklukkan.
Beliau di dalam khutbah Jumaat di Masjid Turki bin Abdullah di Riyadh secara berterus terang mempertahankan diktator Arab sambil menuduh para demonstran bukan hanya telah mencoreng nama baik Islam namun juga telah mendatangkan bahaya bagi umat Islam dan meruntuhkan sendi-sendi agama dan akhlaknya.
"Keinginan mereka sebenarnya agar negara-negara Arab berpecah belah, persatuan dan perpaduan yang selama ini terjalin mereka porak-porandakan sehingga berujung pada terpecah belahnya Negara-negara tersebut menjadi Negara-negara kecil." tegasnya.
Hanya saja disayangkan dalam khutbah Jum'atnya tersebut, Syaikh Abdul Aziz Aali As-Syaikh tidak memperinci siapa nama musuh-musuh Islam yang dimaksudkannya itu. Kalau maksudnya itu Amerika Serikat dan Israel, beliau harus menerangkannya secara terperinci karena kuasa besar itu justru sedang mempertahankan diktator-diktator Arab dalam tempo 30 tahun ini, bahkan sampai saat ini tetap memberikan dukungannya.
Beberapa hari kebelakangan ini dunia sedang menyaksikan kebangkitan umat Islam menentang rezim pemerintahan mereka sendiri yang mereka nilai lebih mengabdi kepada kepentingan AS dan Israel dibanding mengabdi kepada rakyat sendiri. Setelah kebangkitan di Tunisia, merembes ke Mesir, al-Jaza'ir, Yordania, Yaman dan Arab Saudi.

sumber

Ahmadi Nejad: Revolusi Islam itu Menghidupkan Kemandirian


Menurut Kantor Berita ABNA, jutaan warga Iran di berbagai kota dan pelosok desa bertumpah ruah di jalan-jalan utama secara serentak untuk memperingati hari kemenangan Revolusi Islam Iran yang tahun ini dirayakan kemenangannya yang ke 32. Setiap tanggal 22 Bahman (bertepatan dengan 11 Februari) keseluruhan rakyat Iran dengan berkumpul di jalan raya, kembali memperbaharui perjanjian kesetiaan mereka terhadap Imam Khomeini dan revolusi Islam. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tradisi tersebut tahun ini kembali berulang, dengan kesemarakan yang luar biasa.
Yang menjadikan tradisi ini tampak luar biasa adalah keikutsertaan para ulama Maraji dan pejabat-pejabat tinggi Negara yang juga turun ke jalan bergabung dengan berbagai lapisan masyarakat merayakan kemenangan revolusi Islam. Tradisi turun ke jalan ini secara serentak diselenggarakan di berbagai kota dan pedesaan di seluruh wilayah Iran. Berikut laporan nukilan berita peringatan kemenangan Revolusi Islam masyarakat Iran di kota Teheran dan Qom.
Teheran
Maidan Azadi adalah tempat terpusatnya massa di kota ini. Jutaan warga Iran dengan membawa bendera nasional Iran, dan poster yang bergambar Imam Khomeini dan Imam Ali Khamanei serta berbagai spanduk yang bertuliskan pernyataan dukungan terhadap wilayatul faqih dan Republik Islam serta kecaman terhadap diktator dunia, bergabung dalam aksi turun ke jalan mengenang kemenangan Revolusi Islam Iran.
DR. Mahmud Ahmadi Nejad dalam pidato kenegaraannya di hadapan jutaan orang warganya yang berkumpul di Maidan Izadi, mengatakan, "Yang pertama kali ingin direbut oleh pemerintahan-pemerintahan diktator adalah kemandirian. Mereka hendak menciptakan kebergantungan rakyat terhadap mereka. Sementara Revolusi Islam justru sebaliknya. Revolusi Islam menghendaki kemandirian rakyatnya, yang dengan kemandirian, rakyat membangun Negara dengan kekuatan dan kemampuan sendiri, dan tidak memiliki ketergantungan apapun terhadap Negara-negara lainnya."
Beliau dalam pidatonya melanjutkan, "Diantara hikmah lainnya dari kemenangan Revolusi Islam Iran adalah perasaan merdeka. Kemerdekaan dan kebebasan menjadikan rakyat Iran terhitung sebagai rakyat yang paling mulia dan berwibawa di hadapan yang lain."
"Revolusi Islam Iran telah terbukti mewujudkan persatuan dan mengukukuhkannya. Dengan bertawakkal kepada Tuhan, berbagai suku, kelompok, mazhab dan budaya yang berbeda tidak menjadikan Negara ini berpecah belah, namun justru sebaliknya, revolusi Islam telah mempersatukan segala perbedaan itu dan menjaganya." Tegas Presiden Republik Islam Iran ini.
Ahmadi Nejad mengenai kemajuan ilmu dan tekhnologi yang pesat di Iran mengatakan, "Hari ini, para ilmuan dan cendekiawan Iran dari berbagai sisi mengalami kemajuan. Terutama dalam bidang tekhnologi luar angkasa, bukan hanya telah berhasil meluncurkan satelit bahkan para ilmuan kita sekarang telah mampu mengirim makhluk hidup ke luar angkasa."
Berbagai upaya kekuatan Negara-negara Barat untuk menghalangi kemajuan dan perkembangan Iran adalah pembahasan lain dalam pidato Ahmadi Nejad kemarin. Mengenai hal ini beliau berkata, "Negara-negara Barat telah menjadi saksi kemajuan Negara Iran, khususnya dalam penggunaan tekhnologi nuklir. Karenanya dengan berbagai cara mereka berupaya menghambat kemajuan bangsa Iran dalam bidang nuklir, namun sampai saat ini mereka tidak juga berhasil. Kita lihat sendiri, hari ini dengan upaya keras para ilmuan kita, kita rasakan sendiri manfaat dari tekhnologi nuklir tersebut."
Menurut Ahmadi Nejad, terciptanya keadilan sosial adalah termasuk dari keberkahan kemenangan Revolusi Islam Iran. Dengan revolusi Islam Iran, kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin berhasil dikurangi, sehingga seluruh lapisan masyarakat mampu merasakan hasil dari kemenangan revolusi Islam Iran tersebut.
Qom
Peringatan kemenangan Revolusi Islam Iran yang diselenggarakan warga Qom tidak kalah semaraknya dengan yang berlangsung di Teheran. Jutaan warga Qom memenuhi badan-badan jalan dari Maidan Muthahari sampai ke Haram Sayyidah Maksumah. Dalam peringatan tersebut, turut hadir ulama-ulama Marja Taklid seperti Ayatullah al Uzhma Makarim Syirazi, Ayatullah Nuri Hamadani, Ayatullah Jawad Amuli dan keseluruhan ulama besar yang bermukim di Qom beserta para pelajar dan tenaga pengajar Hauzah Ilmiyah. Begitu juga dengan pejabat tinggi Negara, Dr. Larijani (ketua Majelis Syura Islami) dan Musa Pur (gubernur provinsi Qom) turut bersama masyarakat turun ke jalan.
Ayatullah al Uzhma Nuri Hamadani, yang turut hadir dalam peringatan kemenangan Revolusi Islam tersebut dalam wawancaranya dengan wartawan mengatakan, "Revolusi Islam Iran telah merontokkan kepongahan dan kesombongan Negara-negara Barat dan hari ini, umat Islam telah menunjukkan kekuatan dan kebesarannya di hadapan dunia."
"Imam Khomaini rahimahullah pernah berkata, revolusi di Negara-negara Islam akan terjadi sebagaimana yang telah terjadi di Iran. Hari ini kita telah menyaksikan sendiri, bukti dari perkataan beliau, kita melihatnya itu telah terjadi di Tunisia dan Mesir." Lanjut beliau.
Ulama marja taklid ini menegaskan, "Kami berkata kepada rakyat Mesir, rakyat Iran bersama kalian, dan bertahanlah sampai rezim boneka Amerika Serikat di Negara kalian bisa digulingkan. Insya Allah setelah kalian menang, Allah akan tetap mencurahkan pertolongannya kepada kalian."

Sumber

Minggu, 06 Februari 2011

Shalat Berjamaah Di Tengah Demo Di Mesir

Jumat, 04 Februari 2011

Kamis, 03 Februari 2011

Zionisme

Zionisme adalah sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit di mana kota Yerusalem berdiri. Gerakan yang muncul di abad ke-19 ini semula ingin mendirikan sebuah negara Yahudi di Afrika kemudian berubah di tanah Palestina yang kala itu dikuasai Kekaisaran Ottoman (Khalifah Ustmaniah) Turki.
Zionisme merupakan gerakan Yahudi Internasional. Istilah zionis pertama kali dipakai oleh perintis kebudayaan Yahudi, Mathias Acher (1864-1937), dan gerakan ini diorganisasi oleh beberapa tokoh Yahudi antara lain Dr. Theodor Herzl dan Dr. Chaim Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang kemudian disistematisasikan dalam bukunya "Der Judenstaat" (Negara Yahudi) (1896). Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Setelah berdirinya negara Israel pada tanggal 15 Mei 1948, maka tujuan kaum zionis berubah menjadi pembela negara baru ini.
Rapat Dewan Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 tanggal 10 Desember 1975, yang menyamakan Zionisme dengan diskriminasi rasial. Akan tetapi pada 16 Desember 1991, resolusi tersebut dicabut kembali.